Mengenai Saya

Foto saya
poso, sulawesi timur Insya Allah, Indonesia

Senin, 02 November 2009

Asfiksia Neonatorum




Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.

Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam :
a. "Vigorous baby'' skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerkikan istimewa.
b. "Mild-moderate asphyxia" (asfiksia sedang) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refick iritabilitas tidak ada
c. Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan' frekuensi jantung kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada
Asfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan :
1. Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelu lahir lengkap.
2. Bunyi jantung bayi menghilang post partum.
II. ETIOLOGI
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan perlukaran gas atau pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian hes;ir asfiksia bayi baru lahir meriip;ik;in kcltiniutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.




Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.
b. Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
-Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.
- Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
- Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena :
1. Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
2. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

III. PATOFISIOLOGI
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
IV. MAN1FESTASI KLINIS
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:
- DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
- Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
- Apnea
- Pucat '
- sianosis
- penurunan terhadap stimulus.
V. PENATALAKSANAAN KLINIS
a. Tindakan Umum
- Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas ayang lebih dalam.
- Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.
- Mempertahankan suhu tubuh.
b. Tindakan khusus
- Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
- Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit
- Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Pemeriksaan darah Kadar As. Laktat. kadar bilirubin, kadar PaO2, PH
- Pemeriksaan fungsi paru
- Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
- Gambaran patologi

DAFTAR PUSTAKA

- Manuaba, I. 1997.- Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan Kedokteran. Jakarta. EGC
- Purwadianto. A. 2000. Kedaruralan Medik. Bina Rupa Aksara Jakarta
- Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas. 1998, Edisi 1. Kedokteran Jakarta. EGC.
- Wong. L Donna. 2004. Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Kedokteran. Jakarta. EGC.

Asuhan Keperawatan Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

B. JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)


C. KLSIFIKASI ASFIKSIA
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

D. ETIOLOGI
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
• Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
• Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
• Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
• Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
• Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
• Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
• Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan
• Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps
• Trauma dari dalam : akibat obet bius.
Penyebab asfiksia Stright (2004)
1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.

E. MANIFESTASI KLINIK
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
• Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
• Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
• Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

F. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

G. PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM
Untuk Melihat Pathway klik DI SINI
Untuk Mendownload Pathway klik DI SINI

H. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3.Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

I. PENATALAKSANAAN
Telah Di bahas sebelumnya di daLam PROSEDUR PENATALAKSANAAN ASFIKSIA NEONATORUM

ASUHAN KEPERWATAN
PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA

A. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
• Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
• Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
• Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
• Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
• Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
• Berat badan : 2500-4000 gram
• Panjang badan : 44-45 cm
• Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
• Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
• Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
• Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
• Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
• Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
• Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

6. Keamanan
• Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
• Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
• Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
• Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.

C. PRIORITAS KEPERAWATAN
• Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.
• Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.
• Mencegah cidera atau komplikasi.
• Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.



E. INTERVENSI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
6. Keseimbangan perfusi ventilasi

Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Suction jalan nafas
Intevensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
NIC II : Resusitasi : Neonatus
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.

DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.

DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah

DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
Keterangan Skala :
1 : Tidak sama sekali
2 : Sedikit
3 : Agak
4 : Kadang
5 : Selalu
NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).

DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.

DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.

E. EVALUASI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)

NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)

DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)

DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)

DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)
5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)

DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar